SEJARAH SINGKAT TAHU SUMEDANG
TAHU SUMEDANG
Tahu, atau Tou Fu (dari bahasa Tionghoa, Hokkian yang dibaca tau-hu) memang menjadi daya tarik dan sebuah kekayaan intelektual kota Sumedang. Pamor pesona dan keunikan rasanya, lahir di tanah ini. Namun tak banyak mengira, dari seorang imigran Cina lah, kekayaan kuliner Sumedang itu pertama kali lahir.
Tak disangka, kelezatan 'daging lembut' itu terdengar oleh Bupati Sumedang yang memerintah saat itu, Pangeran Aria Suria Atmaja. Sang Bupati meminta makanan itu untuk dijual kepada masyarakat luas. Sang Pangeran, yang konon ucapannya pasti terwujud, yakin penganan ini akan menjadi berkah tersendiri untuk ekonomi Sumedang.
Tahu Bungkeng merupakan pelopor lahirnya tahu Sumedang tersohor itu. Kisahnya terjadi hampir seratus tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1917. Seorang pemukim Cina, Ong Kino yang membawanya. Tahu yang ia buat awalnya hanya sebatas persembahan kepada istrinya tercinta. Pelan-pelan persembahan cinta itu menjadi menu jamuan bagi kerabatnya yang berkunjung.
Usaha ini kemudian beralih kepada salah seorang dari lima anaknya, yakni Ukim. Sejak tahun 1995, usaha tersebut dipegang Suriadi, salah seorang dari tujuh anak Ukim. Jadi, boleh dikata, Suriadi adalah generasi keempat pengelola tahu Boen Keng. Suriadi yang lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Maranatha, Bandung, mengelola usaha ini dengan cara yang tidak jauh berbeda dari leluhurnya. Dia tidak berambisi untuk mendirikan cabang-cabang usaha di kota lain.”Itu sulit dilakukan karena air di kota lain berbeda dengan air di Sumedang. Rasanya pasti akan berbeda. Buat kami, begini saja sudah cukup,” katanya.
0 comments:
Post a Comment